Jumat, 12 Juli 2013

Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Tugas tulisan Teknik & Proses Keselamatan Kerja. Materi tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nama : • Fatur Rachman Luthfi (22410636) • Erwin Andreas H. (22410428) K3 adalah : Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan pengertian pemberian perlindungan kepada setiap orang yang berada ditempat kerja, yang berhubungan dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja. Bahaya K3 adalah : suatu keadaan yang belum dikendalikan sampai pada suatu batas yang memadai Risiko K3 adalah : perpaduan antara peluang dan frekuensi terjadinya peristiwa K3 dengan akibat yang ditimbulkannya dalam kegiatan konstruksi. Didalam Proyek, K3 sangat penting sekali perannya yaitu untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja, adapun target K3l adalah Zero Accident. Pada pelaksanaan Proyek Normalisasi Kali Sunter paket 1, tempat saya bekerja, kami telah melaksanakan K3L, memang banyak kendala pada pelaksanaannya, ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masing-masing individu tentang K3L. perlu kerja ekstra keras untuk menumbuhkan kesadaran ini, contohnya : melakukan safety talk rutin, pelatihan atau simulasi bahaya, dan sebagainya K3 perlu mengidentifikasi bahaya-bahaya yang ada disekitar pelaksanaaan proyek misalnya (bahaya kebakaran, banjir, dan gempa bumi). setelah teridentifikasi maka identifikasi bahaya kita perlu memberikan informasi kepada seluruh karyawan tentang cara-cara penyelamatan dan mengajaknya untuk sadar akan bahaya tersebut, seperti yang ada di proyek kami ini yaitu dengan cara membuat brosur safety inductiondan disebarkan kepada seluruh karyawan proyek maupun tamu yang berkunjung. berikut desainnya : (semoga bermanfaat dan menjadi sebuah referensi untuk kita semua guna meningkatakan kesadaran Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan) Definisi Kecelakaan (Accident) adalah terjadinya sesuatu dari luar yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan yang datang tiba-tiba yang dapat menyebabkan cedera badan (bodily injury) atau kerugian materi (property damage). Sumber kecelakaan kerja : - Kondisi tidak aman - Tindakan tidak aman - Pelanggaran - Kesalahan manusia - Keterbatasan kapasitas - Kesalahan tak disengaja - Terlewat pikiran - Kurang pengetahuan dan keahlian Kampanye Zero Accident Dasarnya adalah untuk menghargai nyawa manusia, Dimulai pada tahun 1973 di Jepang oleh Asosiasi K3 Industrial Jepang yang merupakan pengembangan dari metode control kualitas 3 prinsip dasar zero accident :  Prinsip zero accident  Prinsip tindakan pencegahan  Prinsip partisipasi Teknik identifikasi bahaya adalah metode pelatihan dimana pekerjaan diberikan peringatan dini mengenai kondisi tidak aman atau tindakan tidak aman di lingkungan kerja untuk memastikan keselamatan diri pekerja dan rekan-rekan pekerja lainnya, dilakukan terutama pada pertemuan sebelum bekerja dan digabung dengan praktik menunjuk dan menyebut. Langkah identifikasi bahaya : 1. Memahami situasi actual yaitu dengan menemukan bahaya apa saja yang tersembunyi. 2. Menyelidiki realitas yaitu dengan menemukan titik bahaya 3. Membangun control yaitu dengan menentukan apa yang akan dilakukan 4. Menetapkan target yaitu dengan menemukan titik bahaya kembali Faktor-faktor bahaya lingkungan kerja : 1. Faktor fisik 2. Dapat berupa kebisingan, cuaca kerja, cahaya, getaran, dan radiasi 3. Faktor kimia 4. Dapat berupa zat padat, gas, uap, dan cair 5. Faktor biologi 6. Dapat berupa virus atau bakteri 7. Faktor fisiologi 8. Dapat berupa faktor ergonomi 9. Faktor mental psikologi Keterangan : Dapat berupa hubungan antar atasan bawahan, antar pekerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan lingkungan kerja harus dilakukan secara beriringan sehingga didapatkan lingkungan kerja yang benar-benar sehat. Fungsi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Fungsi dari Kesehatan kerja : 1. Identifikasi dan Melakukan Penilaian terhadap resiko dari bahaya kesehatan di tempat kerja 2. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktek kerja termasuk desain tempat kerja 3. Memberikan saran, informasi, pelatihan dan edukasi tentang kesehatan kerja dan APD 4. Melaksanakan surveilan terhadap kesehatan kerja 5. Terlibat dalam pross rehabilitasi 6. Mengelolah P3K dan tindakan darurat 7. Antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi dan praktek berbahaya 8. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur dan program 9. Terapkan, dokumentasikan dan informasikan rekan lainnya dalam hal pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya  Referensi :  http://nvisual.wordpress.com/tag/pengertian-k3/  http://waridnurdiansyah.blogspot.com/2010/11/penerapan-k3-pada-industri-pertambangan.html  http://5a5mutaba.blogspot.com/2012/04/fungsi-k3.html  http://arbelprasetyo.blogspot.com/  http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/11/safety-engineering-teknik-keselamatan.html  www.ILO.org

Senin, 08 Juli 2013

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA

Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja. Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup. Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional. K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa. Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi. http://arbelprasetyo.blogspot.com/ Diposkan oleh Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) di 10.07