Kamis, 28 November 2013

Pengertian hak cipta dan hal-hal yang berkaitan dengannya secara garis besar dijabarkan dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut.

Pengertian hak cipta dan hal-hal yang berkaitan dengannya secara garis besar dijabarkan dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut.


 Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk mengumumkan atau memperbanyak dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


 Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

 Perbanyakan adalahpenambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.

 Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.

 Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.


 A. HAK CIPTA

1. Pengertian Hak cipta Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.
                       Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

                       Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya,film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer,siaran radio dan televisi, dan (dalam yuridiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukanya.
                       Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.



 2. Hak-hak yang dimiliki oleh pemegang hak cipta UU Hak cipta Indonesia menyatakan bahwa pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan dan memperbanyak karya-karya mereka, dan memberi izin untuk melaksanakan hak tersebut kepada orang lain. Pengumuman didefinisikan sebagai, pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun termasuk media internet dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain. Perbanyakan terjadi saat keseluruhan ataupun bagian yang sangat penting dari sebuah karya diperbanyak. Ini termasuk memperbanyak sesuatu ke dalam sebuah bentuk yang berbeda.
                       Sebagai contoh, melukis sebuah patung, membuat drama dari sebuah novel atau menyiarkan sebuah drama dianggap perbanyakan. Oleh karena itu, seorang pemilik hak cipta mungkin mempunyai satu atau lebih hak-hak yang berikut:

       1. Hak untuk memproduksi ulang karya; hal ini merupakan hak dasar dari pemegang hak cipta. Pemegang hak cipta berhak menyalin karyanya dalam bentuk apapun (contoh : dengan memfotokopy, mengetik, menyalin dengan tangan, menscannya kedalam komputer atau membuat rekaman).

       2. Hak untuk mempublikasikan; pemegang hak cipta atas karya sastra, drama, musik dan karya artistik mempunyai hak untuk mempublikasikannya untuk pertamakalinya.
   
       3. Hak untuk mempertunjukkan karya di depan umum; pemilik hak cipta di bidang sastra, drama, dan musik mempunyai hak untuk mempertunjukkan karyanya di depan umum. Pemilik hak cipta di bidang rekaman suara mempunyai hak untuk memperdengarkannya di depan umum. Hal ini termasuk memainkan lagu-lagu yang dilindungi hak cipta di restoran-restoran atau tempat kerja. Pemilik hak cipta atas film mempunyai hak untuk memperlihatkan dan memperdengarkannya di depan umum.
 
       4. Hak untuk menyiarkan karya kepada khalayak; untuk karya sastra, drama dan musik, rekaman suara dan film sinematografi, pemilik hak cipta mempunyai hak eksklusif untuk menyiarkan karyanya. Hak untukmembuat adaptasi: pemilik dari hak cipta atas karya sastra, drama atau musik mempunyai hak untuk membuat adaptasi atas karyanya (contoh : terjemahan, dramatisasi).

       5. Hak untuk menyewakan karyanya; pemilik hak cipta atas program komputer dan karya sinemagrafis memilii hak untuk mengontrol penyewaan yang bersifat komersial atas karyanya.

       6. Hak untuk mengimpor / mengekspor karyanya; pemilik hak cipta biasanya mengkontrol pengimporan dan pengeksporan karyanya untuk kepentingan komersial. Pemilik hak cipta boleh menjual atau memberikan lisensi satu atau semua haknya.





 3. Pengalihan Hak Cipta
                   Karena hak cipta merupakan kekayaan pribadi, maka terhadapnya dapat diperlakukan sebagaimana halnya perlakuan atas bentuk kekayaan lainnya.Hak cipta dapat: -Diberikan begitu saja -Dilisensikan-dialihkan (contoh: dialihkan kepada orang lain) -Dijual -Diwasiatkan, bahkan diambil alih 4.                           Hak-hak Moral Pencipta bisa menuntut sebab hukum Indonesia melindungi apa yang disebut sebagai hak-hak moral. Hak-hak moral merupakan kekayaan pribadi yang dipunyai oleh pengarang/pencipta dari materi hak cipta dan ada secara terpisah dari hak-hak lainnya yang telah dijual/dilisensikan oleh pemilik hak cipta kepada orang lain.

             Terdapat dua jenis utama hak-hak moral (pasal 24), yaitu:
       
           1. Hak untuk diakui dari karya : yaitu hak dari pengarang untuk dipublikasikan sebagai pengarang atas karyanya, untuk mencegah orang lain mengaku sebagai pengarang karya tersebut, atau untuk mencegah orang lain menghubungkan kepengarangan kepada orang lain.
           2. Hak keutuhan: yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas penyimpangan atas karyanya atau perubahan lainnya atau tindakan-tindakan yang bisa menurunkan kualitas. Bahkan kalau pemegang hak cipta atau ahli warisnya memberi atau melisensikan hak ciptanya kepada orang lain, pemegang hak cipta asli dapat menuntut kalau namanya, judul atau isi karya diubah tanpa ijinnya.


4. Jangka Waktu Perlindungan Pasal 29 UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa hak cipta atas;

                       a. Buku, pamlet dan semua karya-karya tulis lainnya.
                       b. Tari, koreografi
                       c. segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung
                       d. seni batik
                       e. ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks
                       f. arsitektur
                       g. ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lainnya
                       h. alat perga
                        i. peta
                        j. terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai Dilindungi selama hidup pencipta dan terus                                berlangsung hingga 50 tahun setelah pengarang meninggal.

 Jangka waktu hak cipta beralku selama hidup pencipta meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya. Hak cipta atas ciptaan ;

a. Program komputer       c. Database
b. Sinematografi              d. Karya hasil pengalih wujudan;


                Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Hak cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (limapuluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan. Perlu dicatat bahwa hak cipta yang dipegang oleh negara atas karya-karya kebudayaan tanpa batas waktu. Tetapi jika negara memegang hak cipta mewakili karya yang tidak diketahui pengarangnya dan belum diterbitkan, jangka waktu perlindungan hak cipata dibatasi sampai 50 tahun (Pasal 31).



 6. Pendaftaran Hak Cipta
                Pendaftaran dianjurkan berdasarkan beberapa alasan. Pertama, pendaftaran memampukan perusahaan-perusahaan atau orang-orang yang ingin mengadakan perjanjian lisensi untuk meneliti apakah seseorang sudah mendaftarkan sebuah perjanjian lisensi yang serupa. Kedua, pendaftaran memungkinkan pemerintah untuk mengontrol perjanjian lisensi yang merugikan negara. Perjanjian lisensi tidak boleh berisi peraturan-peraturan yang merugikan perekonomian negara, dan jika ini terjadi, Direktur Jenderal Hak Cipta dapat menolak pendaftaran perjanjian lisensi tersebut.




 http://hakintelektual.com/hak-cipta/pengertian-hak-cipta/
 http://riskaherliyani.blogspot.com/2013/05/hak-cipta-hak-paten-goodwill-dalam.html

Jumat, 12 Juli 2013

Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Tugas tulisan Teknik & Proses Keselamatan Kerja. Materi tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nama : • Fatur Rachman Luthfi (22410636) • Erwin Andreas H. (22410428) K3 adalah : Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan pengertian pemberian perlindungan kepada setiap orang yang berada ditempat kerja, yang berhubungan dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja. Bahaya K3 adalah : suatu keadaan yang belum dikendalikan sampai pada suatu batas yang memadai Risiko K3 adalah : perpaduan antara peluang dan frekuensi terjadinya peristiwa K3 dengan akibat yang ditimbulkannya dalam kegiatan konstruksi. Didalam Proyek, K3 sangat penting sekali perannya yaitu untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja, adapun target K3l adalah Zero Accident. Pada pelaksanaan Proyek Normalisasi Kali Sunter paket 1, tempat saya bekerja, kami telah melaksanakan K3L, memang banyak kendala pada pelaksanaannya, ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masing-masing individu tentang K3L. perlu kerja ekstra keras untuk menumbuhkan kesadaran ini, contohnya : melakukan safety talk rutin, pelatihan atau simulasi bahaya, dan sebagainya K3 perlu mengidentifikasi bahaya-bahaya yang ada disekitar pelaksanaaan proyek misalnya (bahaya kebakaran, banjir, dan gempa bumi). setelah teridentifikasi maka identifikasi bahaya kita perlu memberikan informasi kepada seluruh karyawan tentang cara-cara penyelamatan dan mengajaknya untuk sadar akan bahaya tersebut, seperti yang ada di proyek kami ini yaitu dengan cara membuat brosur safety inductiondan disebarkan kepada seluruh karyawan proyek maupun tamu yang berkunjung. berikut desainnya : (semoga bermanfaat dan menjadi sebuah referensi untuk kita semua guna meningkatakan kesadaran Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan) Definisi Kecelakaan (Accident) adalah terjadinya sesuatu dari luar yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan yang datang tiba-tiba yang dapat menyebabkan cedera badan (bodily injury) atau kerugian materi (property damage). Sumber kecelakaan kerja : - Kondisi tidak aman - Tindakan tidak aman - Pelanggaran - Kesalahan manusia - Keterbatasan kapasitas - Kesalahan tak disengaja - Terlewat pikiran - Kurang pengetahuan dan keahlian Kampanye Zero Accident Dasarnya adalah untuk menghargai nyawa manusia, Dimulai pada tahun 1973 di Jepang oleh Asosiasi K3 Industrial Jepang yang merupakan pengembangan dari metode control kualitas 3 prinsip dasar zero accident :  Prinsip zero accident  Prinsip tindakan pencegahan  Prinsip partisipasi Teknik identifikasi bahaya adalah metode pelatihan dimana pekerjaan diberikan peringatan dini mengenai kondisi tidak aman atau tindakan tidak aman di lingkungan kerja untuk memastikan keselamatan diri pekerja dan rekan-rekan pekerja lainnya, dilakukan terutama pada pertemuan sebelum bekerja dan digabung dengan praktik menunjuk dan menyebut. Langkah identifikasi bahaya : 1. Memahami situasi actual yaitu dengan menemukan bahaya apa saja yang tersembunyi. 2. Menyelidiki realitas yaitu dengan menemukan titik bahaya 3. Membangun control yaitu dengan menentukan apa yang akan dilakukan 4. Menetapkan target yaitu dengan menemukan titik bahaya kembali Faktor-faktor bahaya lingkungan kerja : 1. Faktor fisik 2. Dapat berupa kebisingan, cuaca kerja, cahaya, getaran, dan radiasi 3. Faktor kimia 4. Dapat berupa zat padat, gas, uap, dan cair 5. Faktor biologi 6. Dapat berupa virus atau bakteri 7. Faktor fisiologi 8. Dapat berupa faktor ergonomi 9. Faktor mental psikologi Keterangan : Dapat berupa hubungan antar atasan bawahan, antar pekerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan lingkungan kerja harus dilakukan secara beriringan sehingga didapatkan lingkungan kerja yang benar-benar sehat. Fungsi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Fungsi dari Kesehatan kerja : 1. Identifikasi dan Melakukan Penilaian terhadap resiko dari bahaya kesehatan di tempat kerja 2. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktek kerja termasuk desain tempat kerja 3. Memberikan saran, informasi, pelatihan dan edukasi tentang kesehatan kerja dan APD 4. Melaksanakan surveilan terhadap kesehatan kerja 5. Terlibat dalam pross rehabilitasi 6. Mengelolah P3K dan tindakan darurat 7. Antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi dan praktek berbahaya 8. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur dan program 9. Terapkan, dokumentasikan dan informasikan rekan lainnya dalam hal pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya  Referensi :  http://nvisual.wordpress.com/tag/pengertian-k3/  http://waridnurdiansyah.blogspot.com/2010/11/penerapan-k3-pada-industri-pertambangan.html  http://5a5mutaba.blogspot.com/2012/04/fungsi-k3.html  http://arbelprasetyo.blogspot.com/  http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/11/safety-engineering-teknik-keselamatan.html  www.ILO.org

Senin, 08 Juli 2013

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA

Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja. Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup. Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional. K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa. Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi. http://arbelprasetyo.blogspot.com/ Diposkan oleh Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) di 10.07